Rabu, 09 Oktober 2024

EKSPOR PASIR TENGGELAMKAN PULAU SENDIRI UNTUK MEMPERLUAS PULAU NEGERI TETANGGA

 

    Pada tanggal 15 Mei 2023, Presiden Joko Widodo mengesahkan Peraturan Pemerintahan (PP) Nomor 26    Tahun 2023 tentang penolahan hasil Sedimentasi di laut (Kompas.com). Setelah 20 tahun lamanya, larangan ekspor pasir laut dicabut dan kegiatan ekspor pasir laut dapat diberlakukan kembali. Aturan tersebut mengatur penggunaan pasir laut untuk reklamasi dalam negeri, pembangunan infrastruktur dan prasarana, dan kegiatan ekspor. Hadirnya kembali kebijakan ekspor pasir laut tersebut menuai banyak pro dan kontra.

   Bertentangan dengan kebijakan sebelumnya dari pemerintahan Presiden Megawati, kebijakan ini melarang ekspor pasir laut sejak tahun 2003. Ini dilakukan melalui Surat Keputusan (SK) Menperindag Nomor 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Kebijakan lainnya dalam Surat Keputusan Bersama antara Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, Nomor SKB.07/MEN/2/2002, dan Nomor 01/MENLH/2/2002 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Pemerintah melarang ekspor pasir laut pada saat itu karena menyebabkan kerusakan yang signifikan terhadap ekosistem pesisir. Namun, alasan di balik larangan tersebut di masa Presiden Megawati tidak menghalangi pemerintah saat ini untuk kembali melegalisasi ekspor pasir laut (Tempo.co). “Meski Presiden Jokowi berdalih dan mengatakan jika yang diekspor bukanlah pasir laut melainkan hasil sedimen laut, yang bentuknya sama berupa campuran tanah dan air”, ujar Dr. Fahmy Radhi, M.B.A., di Kampus UGM, Kamis, 19 September 2024 (ugm.ac.id). 

    Sebagai pengamat ekonomi dan energi di UGM, ia mengatakan bahwa pengerukan pasir laut menyebabkan kerusakan lingkungan laut dan ekologi, bahkan mengakibatkan pulau tenggelam, yang membahayakan penduduk pesisir pantai. Kebijakan ini dapat meminggirkan nelayan karena mereka tidak dapat melaut lagi. Jika kebijakan ekspor pasir laut bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, tujuan tersebut tidak tepat. “Kementerian Keuangan mengaku selama ini penerimaan negara kecil dari hasil ekspor laut, termasuk pasir laut. Sedangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk ekspor pasir laut jauh lebih besar,” terangnya. Fahmy menuturkan satu-satunya negara yang akan membeli pasir laut Indonesia adalah Singapura untuk reklamasi memperluas daratannya. Menurutnya, sangat ironis jika akibat pengerukan pasir laut menjadikan tenggelamnya sejumlah pulau dan mengerutkan daratan wilayah Indonesia. Sedangkan wilayah daratan Singapura akan semakin meluas sebagai hasil reklamasi yang ditimbun dari pasir laut Indonesia. 

    Fahmy Radhi menuntut agar pemerintah segera menghentikan ekspor pasir laut. Meskipun Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa Indonesia tidak akan menjual negara dengan mengekspor pasir laut, "tapi faktanya ekspor pasir laut menjual tanah-air, yang secara normatif mewakili negara." Untuk itu, hentikan kebijakan ini. Setiap pemerintahan, ekspor pasir laut selalu menjadi perhatian publik. Mulai dari larangan sementara ekspor pasir laut selama pemerintahan Presiden Megawati hingga pembukaan kembali ekspor pasir laut selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Di sini terbukti betapa pentingnya peran pemerintah, terutama dalam membuat keputusan tentang kebijakan yang berkaitan dengan tempat tinggal masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah harus selalu memperhatikan kelestarian lingkungan untuk meninggalkan warisan kepada generasi berikutnya.